Kamis, 13 Desember 2012

Menjaga Kesatuan dan Persatuan Bangsa PDF Cetak E-mail
Jumat, 03 Juli 2009 00:00
Hal yang saya rasakan menarik dari debat capres, Kamis malam tanggal 2 Juli 2009 adalah pembicaraan tentang menjaga kesatuan bangsa. Tidak ada seorangpun dari ketiganya yang tidak memandang penting NKRI. Kesatuan dan persatuan bangsa adalah dianggap sebagai harga mati yang harus dijaga dan dipertahankan.

Ketiga calon presiden, semua menjadikan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagai pilar berbangsa dan berbegara. Pluralisme bangsa itu diakui adanya dan dipandang sebagai suatu keniscayaan. Tetapi, mereka juga sadar bahwa dengan perbedaan itu jika tidak dikelola dengan baik, bisa jadi mengganggu persatuan, rentan terjadi konflik dan bahkan bisa berakibat disintegrasi bangsa.
Ketiga capres mengajukan pandangan dan gagasan untuk memelihara persatuan itu. Tetapi terasa belum tuntas. Apa yang seharusnya dilakukan untuk menjaga kesatuan dan persatuan dari masyarakat yang plural itu belum tampak jelas. Rupanya tidak terlalu mudah menjawab pertanyaan seperti itu, sekalipun sesungguhnya persoalan itu bukan hal baru.

Secara normative untuk menjaga persatuan, bangsa ini kaya akan jargon dan semboyan. Misalnya, bangsa ini telah memiliki lambang berupa Burung Garuda dengan memegang tulisan Bhineka Tunggal Ika. Negara ini memiliki bendera berwarna merah putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Melalui lambang atau jargon ini warga menagara menjadi bangga dan sekaligus merasa satu. Akan tetapi hal yang perlu diingat bahwa masing-masing bagian juga memiliki identitas yangt perlu diakui dan dijadikan kebanggaan.

Identitas masing-masing bagian yang berbeda perlu diakui eksistensinya, dihargai dan bahkan harus dijadikan kebanggaan bersama. Bangsa Indonesia adalah merupakan kumpulan dari suku Papua, Makassar, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa, Sumatera dan lain-lain yang banyak sekali jumlahnya. Sebagai konsekuensi dari pengakuan itu, maka harus dibangun rasa bangga dan menghargai tatkala saudara-saudara Papua menggunakan bahasa sukunya, dan pakaian adatnya, termasuk tradisinya yang lain. Sikap yang sama juga harus diberikan tatkala suku Jawa menggunakan bahasa, pakaian dan juga memelihara adat istiadatnya. Sikap serupa juga diberikan kepada saudara-saudara suku-suku di Kalimantan, Sulawesi, sumatera dan lain-lain.

Identitas nasional yang dikembangkan tidak perlu menghilangkan identitas lokal. Suku-suku di Papua tidak perlu identitasnya diubah menjadi seperti orang Jawa dan begitu pula sebaliknya. Orang Madura harus dibiarkan saja berpakaian ala Madura. Demikian pula orang Bali, Lombok, Sumbawa dan seterusnya. Mereka harus diberikan space untuk berkreasi sebagaimana adanya. Masing-masing suku tentu memiliki rasa, identitas atau budayanya sendiri-sendiri. Hal-hal seperti inilah sesungguhnya yang perlu dikembangkan tatkala bangsa ini menjaga ke-Bhinekaannya.

Menjaga persatuan dan kesatuan, hal yang amat mendasar, karena itu harus dikembangkan adalah menjaga keadilan dan kejujuran. Rasa diberlakukan secara adil dan jujur harus terpenuhi. Bangsa ini kaya pengalaman dalam mengelola perbedaan itu. Berbagai gejolak telah terjadi sebagai akibat misalnya dalam penyusunan perundang-undangan, peraturan, pembagian hasil eksploitasi kekayaan daerah dan lain-lain harus dijadikan pelajaran berharga. Jika hal seperti ini selalu diperhatikan dalam mengambil kebijakan, maka inilah artinya kesatuan dan persatuan benar-benar dianggap sebagai harga mati.

Selain itu, tentu masih banyak lagi media atau instrument perekat untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, mulai dari yang amat sederhana hingga yang bersifat mendasar. Yang sederhana misalnya melalui kegiatan olah raga, kesenian dan lain-lain. Kebanggaan bersama bisa ditumbuhkan misalnya melalui prestasi olah raga tingkat internasional. Perekat persatuan yang bersifat nasional, misalnya dalam bentuk organisasi, baik profesi, social, maupun keagamaan. Bangsa ini misalnya juga bisa disatukan melalui organisasi keagamaan, seperti NU, Muhammadiyah, dan lain-lain. Orang dari berbagai suku atau pulau menjadi merasa satu, oleh karena memiliki ikatan kebersamaan di organisasi social, termasuk keagamaan itu. Semua itu perlu dipelihara sebaik-baiknya.

Pendekatan lain, yang tidak boleh dianggap sederhana adalah melalui pendidikan dalam waktu yang panjang, ialah melalui pendidikan kewarganegaraan. Melalui pendidikan ini sejak dini anak-anak sudah diperkenalkan dan ditanamkan rasa bangga dan mencintai keanekaragaman itu. Pendidikan multicultural perlu dikembangkan secara terus menerus. Hidup bersama dengan keanekaragaman suku, bahasa, budaya, agama dan lain-lain memerlukan kesediaan saling untuk menerima dan member secara adil dan jujur.

Agama, tidak terkecuali Islam mengajarkan persatuan. Bahwa manusia diciptakan dalam keanekaragaman, terdiri atas laki-laki dan perempuan, berbagai suku yang beraneka ragam jenisnya, yang dari semua itu diharapkan agar saling mengenal. Selanjutnya, mereka juga agar saling berupaya melakukan hal terbaik untuk semuanya. Dengan cara itu maka perbedaan akan melahirkan rakhmat bagi semua. Wallahu a’lam.